Maulid Nabi / Bida'ah Hasanah ?

Oleh هود
15-May-2003 22:37
بسم آلله آلر حمن آلر حيم

*Saya pastekan satu artikal yg wajar di fikirkan..



Ringkasan :
Suatu perbuatan manusia dilakukan pasti dengan alasan-alasan tertentu. Tidak beda dengan peringatan Maulid Nabi, para pelaksana dan pembelanya juga punya alasan dan dalih yang kuat untuk mendukung pendapat mereka. Tapi kita punya bantahannya ...


Alasan :
1. Mereka menyangka bahwa perayaan/peringatan maulid Nabi SAW merupakan salah satu bentuk penghormatan dan pengagungan kepada beliau SAW.

Bantahan :
Sesungguhnya penghormatan dan pengagungan kepada Nabi SAW hanyalah dengan cara mentaatinya, menjalankan perintah-perintahnya,dan menjahui segala larangannya. Tidak boleh dilakukan dengan cara yang bid‘ah, khurafat, dan maksiat, bahkan terkadang sampai tingkat kesyirikan —Na udzubillah min dzalik—.

Orang yang paling menghormati dan mengagungkan Nabi SAW adalah para sahabat beliau. Hal ini sebagaimana hadits Urwah bin Mas‘ud (seorang musyrik) tatkala diutus menjadi duta kaum Quraisy untuk menemui Rasulullah SAW. Setelah pulang dari menemui Rasulullah SAW, dia kembali dan berkata kepada orang-orang Quraisy,

“Wahai kaumku, demi Allah, kalian pernah mengutusku sebagai duta kepada Kisra, raja Romawi, kepada Qaishar raja Persia dan raja-raja yang lainnya; maka sungguh saya tidak pernah melihat seorang raja pun yang dihormati dan diagungkan oleh para sahabatnya sebagaimana sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah, mereka tidak berani mengangkat pandangan mereka kepadanya demi penghormatan dan pengagungan kepadanya”.

Meskipun demikian, para sahabat Nabi SAW tidak menjadikan hari kelahiran beliau sebagai hari ulang tahun yang dirayakan atau diperingati. Kalaulah hal itu disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya. Karena mereka adalah orang yang lebih cinta, lebih menghormati dan lebih mengagungkan-nya dibanding kita. Mereka lebih bersemangat dalam kebaikan, ittiba’ (mengikuti), taat dan menghidupkan sunah-sunah beliau secara lahir dan batin.

Alasan :
2. Mereka berdalih bahwa perayaan maulid Nabi SAW telah dilakukan dan diterima oleh banyak orang di berbagai negara.

Bantahan :
Jika berhujjah, hendaknya dengan nash (dalil) baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang shahih, demikian pula dengan sesuatu yang telah disepakati para ulama sebagai hujjah, seperti ijma’ dan qiyas yang sahih. Suatu amalan sekalipun banyak orang yang melakukannya jika menyelisihi dalil yang shahih, tidaklah bisa dijadikan hujjah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Q.S. Al-An‘am:116).

Orang yang berdalih dengan dalih pada poin 2 menunjukkan betapa bodohnya orang tersebut. Dia beralasan bahwa umat ini ma’shum (terjaga) dari kesesatan dalam bersepakat. Apa konsekuensi dari perkataan ini? Konsekuensinya adalah bahwa umat ini telah ber-ijma’ dalam kesesatan.

Menganggap baik suatu bid’ah karena telah dilakukan oleh banyak orang tidaklah terjadi melainkan hanya pada orang-orang yang menghukumi sesuatu tanpa didasari ilmu. Mereka menyangka bahwa kebiasaan merupakan suatu kesepakatan, padahal tidaklah demikian.

Alasan :
3. Perayaan atau peringatan maulid Nabi SAW merupakan salah satu sarana untuk menghidupkan penyebutan nama Nabi SAW.

Bantahan :
Menghidupkan penyebutan nama Nabi SAW haruslah berdasarkan syariat. Hal ini sebagaimana yang Allah perintahkan dengan firmannya,

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (Q.S. Al-Insyirah: 4)

Maksudnya adalah nama beliau ikut disebut bersama dengan nama Allah, seperti dalam adzan, iqamah, khutbah, shalat, tasyahhud, pembacaan hadits, dan yang semisalnya. Hal seperti ini merupakan perkara yang diulang-ulang dalam setiap harinya, bukan hanya sekali dalam 1 tahun ketika memperingati maulid Nabi SAW yang tidak ada dasarnya.

Alasan :
4. Perayaan maulid Nabi SAW termasuk bid’ah yang hasanah karena dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah atas keberadaan Nabi SAW yang mulia.

Bantahan :
Dalam masalah bid’ah dalam agama tidak dikenal istilah bid’ah hasanah, berdasarkan hadits:

“Barangsiapa yang mengada-adakan sebuah perkara (amalan) yang tidak ada dalam urusan agama kami maka amalan tersebut tertolak tidak diterima” (H.R. Bukhari Muslim)
Begitu pula sabda beliauu SAW:

“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (H.R. Muslim)

Selain itu, mengapa rasa syukur tersebut baru dilaksanakan pada akhir abad ke-6, dan tidak dilakukan oleh generasi awal yang lebih utama seperti para Sahabat, Tabi‘in, Tabi‘ut Tabi‘in dan para imam kaum muslimin? Apakah orang-orang itu menyangka diri mereka lebih mendapat petunjuk daripada generasi awal tersebut? Tentu saja tidak, sungguh sangat jauh bila mereka dibandingkan dengan generasi awal tersebut. Generasi tersebut lebih bersemangat terhadap kebaikan dan lebih banyak bersyukur kepada Allah.

Alasan :
5. Perayaan maulid Nabi SAW itu didasari oleh rasa cinta kepada beliau, sedangkan mencintai beliau disyariatkan.

Bantahan :
Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Nabi SAW merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, bahkan rasa cinta kepada beliau harus melebihi rasa cinta kita kepada ayah, anak, dan kepada semua manusia. Beliau bersabda,

“Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada ayah, anak, dan semua manusia.” (H.R. Bukhari)

Akan tetapi, kewajiban mencintai beliau tidak berarti lantas boleh diungkapkan lewat amalan-amalan yang tidak beliau syariatkan, seperti maulid Nabi SAW. Bahkan cinta kepada Nabi itu mengharuskan taat kepada Nabi, mengikuti dan menghidupkan sunah-sunahnya serta menjauhi dan meninggalkan semua larangannya baik dalam perkataan maupun perbuatan. Ini merupakan bukti cinta yang paling besar terhadap beliau.

Alasan :
6. Meninggalkan perayaan (peringatan) maulid Nabi SAW akan mengurangi hak Nabi SAW.

Bantahan :
Jika yang dimaksud itu mengurangi keyakinan orang yang meninggalkan perayaan tersebut, maka sungguh itu merupakan kedustaan yang besar. Dan apabila yang dimaksud adalah hak-hak Nabi SAW secara syariat, maka tempat kembalinya adalah Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih serta tiga generasi awal yang telah dipersaksikan keutamaannya. Dan tidak ada perintah memperingati maulid nabi dalam Kitab dan Sunnah serta tidak ada contoh pelaksanaannya dari mereka. Karena kita beragama dengan dalil yang shahih dan pemahaman yang benar bukan dengan akal dan mengenyampingkan dalil.

Alasan :
7. Yang mengadakan pertama kali perayaan atau peringatan maulid Nabi seorang yang adil dan berilmu dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Bantahan :

Bahkan itulah hakekat bid’ah di dalam agama, dan bid’ah tidak bisa diterima dari siapapun. Kebaikan niat seseorang itu tidak bisa merubah sebuah amal yang jelek menjadi baik, seperti hendak bershadaqah tetapi dengan mencuri harta orang lain. Karena ibadah itu akan diterima di sisi Allah dengan dua syarat, yaitu ikhlas, mengharap wajah Allah dan mutaba’ah (sesuai dan mencocoki) sunnah Rasulullah. Adapun orang yang alim atau adil tidak terjaga dari kesalahan.

Ibnu Majisun berkata, “Saya mendengar Imam Malik berkata, ‘Barangsiapa membuat suatu bid’ah dalam Islam lantas dia menganggap bid’ah tersebut suatu kebaikan, maka sungguh dia telah menyangka bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengkhianati risalah, karena Allah berfirman,

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridhai Islam menjadi agama kalian.” (Q.S. Al-Maidah: 3)

Jadi, apa yang pada hari itu bukan termasuk agama, maka pada pada hari ini pun bukan termasuk agama.” 5

Ringkasnya, perayaan (peringatan) maulid Nabi SAW dengan segala modelnya adalah bid’ah yang mungkar. Wajib bagi kaum muslimin untuk menjahui dan meninggalkannya serta memperingatkan saudaranya tentangnya. Dan hendaknya mereka menyibukkan diri dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW dan bepegang teguh dengannya. Jangan terpengaruh dan tertipu dengan para penyeru bid’ah, yang lebih komitmen dalam menghidupkan bid’ah bahkan terkadang tidak memahami sunnah sama sekali.

Hendaklah mereka beramal dengan ikhlash (bertauhid) dan mencontoh Rasulullah dalam prakteknya. Hendaknya siapa saja yang melakukan maulid itu atau yang menganggapnya sebagai sebuah kebaikan bertaubat. Begitu juga dengan bentuk bid’ah yang lainnya. Maka demikianlah perkara kaum mukminin yang mencari kebenaran dan berpegang teguh dengannya. Adapun orang yang ingkar dan berbuat kesombongan setelah mengetahui hujjahnya, maka hisabnya di sisi Allah. Wallahu A’lam bish-Shawaab.

Daftar Pustaka:
1. Hukmul Ihtifal bidzikril Muladin Nabawi oleh Syaikh Shalih Fauzan; Hukmul Ihtifal bil Muladin Nabawi oleh Syaikh Abdul Aziz binn Abdullah bin Baz; Hukmul Ihtifal bidzikril Muladin wa ar-Raddu ‘ala Man Ajaazahu dan Mulhaq-nya oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh; dan Al-Muurad fie Hukmil Mulad oleh Syaikh Imam Abu Hafsh Taajuddin al-Fakihani (risalah dari internet).

2. Ar-Rahiqul Mahtum karya Syiakh Shafiyyurrahman Mubarokfuri terbitan Dar As-Salam – Riyadh Cetakan tahun 1414 H

3. As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah karya Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umari terbitan Maktabah al-‘Abikan cetakan ke – 3

4. Minhaj Firqotun Najiyyah wa at-Thaifatul Manshurah karya Muhammad bin Jamil Zainu

5. Ilmu Ushul Bida’ karya Ali Hasan Abdul Hamid terbitan Dar Ar-Rayah cetakan ke –2 tahun 1417 H

Sumber : Majalah FATAWA Edisi 6/I Mei 2003,


سبحان الله ..

 

Please login or register to leave a comment.
webmaster@mymasjid.net.my